Rikuzentakata (ANTARA News) – Tiga malapetaka telah menghajar Jepang, negeri pulau yang terkenal karena sushi, Sony dan Samurai-nya itu.
Gempa bumi dahsyat menerjang sebelah timur laut negeri itu, diikuti oleh bencana tsunami dan reaktor nuklir yang bocor mengeluarkan radiasi.
Ribuan orang mati, dan harapan meredup untuk menemukan 12.000 orang yang dinyatakan hilang.
Selama berhari-hari dunia menyaksikan para korban selamat yang kebanyakan orang tua dan tinggal di desa-desa seperti Minami Sanriku dan Rikuzentakata, menderita, kehilangan orang-orang tercintanya, dan diserang udara dingin.
Seorang wanita berumur 85 tahun yang kehilangan saudaranya akibat tsunami, bernaung di sebuah pusat pengungsian di Rikuzentakata di Prefektur Iwate.
Sakiko Kono, nama nenek itu, mengatakan dia lari dari desanya di dekat pantai, di mana sebelum ini tinggal menyendiri.
“Semua orang mengalami masa yang sulit, maka itu saya hanya ingin bertahan,” kata Kono.
Bahkan bagi orang Jepang yang terbiasa dianggap sebagai contoh manusia yang bertanggungjawab, berani, dan berdaya tahan, bencana ini memaksa mereka untuk merenungkan kembali siapa mereka sebenarnya.
Tapi ini bukanlah kehormatan Samurai dan reputasi prilaku matang serta kesangatsopanan yang memenuhi jiwa mereka. Ini jauh lebih sederhana dari itu.
Ini adalah soal bencana yang kembali mendekatkan lagi Jepang ke akar agrarisnya, bertahun-tahun dari masa modern Japan Inc.
Ketabahan yang terlihat di Tohoku, istilah geografis untuk negara ini, adalah milik kaum petani dan nelayan Jepang, bukan pejuang atau pengusaha.
“Di pusat masyarakat petani adalah wujud bahwa sekeras apapun Anda bekerja, cuaca yang berubah dapat membuatmu kehilangan,” kata penyair Kundo Koyama. “Itu adalah kultur ketidakberdayaan.”
Menolak bantuan luar
Koyama, penulis skenario untuk film peraih Oscar 2008 “Departures”, dan tinggal di Yamagata, salah satu prefektur di timur laut yang terkena gempa dahsyat, yakin bahwa akar masyarakat petani inilah yang menjadi jalan bagaimana orang bisa bersama-sama.
“Instingnya adalah menyimpan persediaan, menolong sesama dan menjadi masyarakat yang mandiri bertahan,” katanya.
Sekalipun jauh dari tanah airnya, orang-orang Jepang selalu melihat ke dalam ketika menyangkut kekuatan dirinya dan bahkan akan malu ditawari bantuan oleh orang luar.
“Dengan penuh hormat, kami menolak menerima bantuan dari luar,” kata Tomoko Hirai, yang tinggal di London, sementara anak-anaknya belajar di sebuah sekolah Inggris.
“Ini yang menjadi pertimbangan pemerintah kami, baik di masa ini maupun selama gempa bumi Kobe (1995) yang menewaskan lebih dari 6.000 orang,” sambung Hirai.
Manakala relawan pemadam kebakaran bernama Takao Sato (53) mengetahui baik bosnya di pemadam kebakaran dan saudara iparnya hilang ditelan bencana, dia tidak berhenti bekerja demi mencari kedua kerabatnya itu.
Sebagai deputi di divisinya, Sato mengisi pos yang dulu diisi bosnya dan melanjutkan operasi mencari jenazah.
“Saya bertugas untuk masyarakat,” katanya.
Prilaku yang tidak egois itu kerap digugahkan di Jepang oleh pujangga kelahiran Iwate, Kenji Miyazawa, yang belakangan ini terus dikutipkan untuk menggambarkan kemahaberanian masyarakat timur laut Jepang.
Satu koran Amerika menjuluki para insinyur berpakaikan seragam antiradiasi yang dengan gagah berani menantang bahaya radiasi untuk terus bekerja di reaktor-reaktor nuklir, dengan sebutan “The Fukushima Fifty”.
Suratkabar Asahi Shimbun menyamakan para insinyur pemberani ini dengan cerita kepahlawan karya Miyazawa tentang seorang anak yang mengorbankan diri untuk menyalakan gunung berapi demi menyelamatkan penduduk desa dari kebekuan yang mematikan selama musim dingin yang menusuk kulit.
Sebuah bait puisi Miyazawa berbunyi “Ame ni mo makezu” yang melukiskan daya tahan manusia dalam menghadapi alam, dikutip oleh aktor Ken Watanabe yang kemudian disiarkan oleh radio internet ke seluruh negeri.
Di jantung semangat tabah masyarakat Jepang timur laut adalah pentingnya untuk senantiasa bertalian satu sama lain dengan masyarakat mereka.
“Pada situasi seperti ini, saya tak ingin mengatakan hal-hal buruk mengenai orang lain atau menyalahkan mereka. Itu semua membuat saya sedih,” kata Sakari Minato, dealer mobil berusia 47 tahun di Yamadamachi yang juga di Prefektur Iwate.
Rumahnya dihancurkan gelombang tsunami. Dia dan keluarganya kini tinggal di rumah kerabatnya.
“Pada waktu seperti ini, yang paling penting adalah berhubungan dengan orang-orang,” katanya.
Bahkan di masa krisis, penduduk timur laut Jepang yang kota mereka gelap gulita, kembali ke akar komunitasnya.
“Saya tak pernah mengira kota kelahiranku akan seperti ini,” kata penyanyi Masao Sen ketika mengunjungi pusat pengungsian Sakiko Kono.
Sen yang asli orang Rikuzentakata adalah artis terkenal di Jepang.
Penyanyi balada lagu-lagu “enka” yang telah berusia 63 tahun dan kerap menggambarkan kehidupan yang keras di wilayah timur laut itu, berbagi semangat dengan para korban ketika anak-anak dan orang tua mengerumuninya untuk berjabat tangan dan berfoto.
“Jepang tidak jatuh panik dan tidak kehilangan ketertibannya. Di negeri-negeri lain, mungkin ada penjarahan. Inilah standard hidup tinggi rakyat di sini,” kata Masao Sen. (*)
Reuters/Jafar Sidik
Editor: Jafar M Sidik
COPYRIGHT © 2011
Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com
Sabtu, 26 Maret 2011
porno grafi atau tidak
Kini baru hangat-hangatnya masalah RUU Pornografi. Definisi pornografi sendiri tidak jelas, padahal semua tindakan asusila sudah di cakup dalam KUHAP. Banyak pendapat bahwa RUU pornografi dapat disalahgunakan untuk memojokan kaum perempuan.
Sebenarnya sesuatu menjadi porno atau tidak tergatung pada pikiran masing-masing, contohnya mudah saja, misal melihat sapi telanjang yang putih mulus, kenapa tidak terangsang? melihat wanita gila telanjang jalan-jalan di trotoar, kenapa tidak terangsang? melihat patung kayu, atau patung marmer spt di italia, kenapa tdk terangsang. Melihat gambar di majalah, malah terangsang.
Semua menjadi reaksi dan asosiasi yang ada di pikiran kita, kalau pikirannya kotor, lalu mengasosiasikan dengan hal-hal lain, maka akan terangsang dan menggoda. Sehingga kita sulit membedakan antara kenyataan dan khayalan (imajinasi). Biasanya imajinasi lalu ingin di-realisasikan maka terjadilah perkosaan, pelecehan dsb.
Pikiran kotor ini nampaknya juga banyak mencakup diri para birokrat, anggota DPR/DPRD, politisi dan sebagainya sehingga banyak terjadi korupsi. Bikin anggaran ya kebanyakan membeli mobil dinas, yang senang tentu saja perusahaan Jepang.
Waktu kampanye berjanji akan tidak korupsi, tetapi setelah terpilih, melihat anggaran ber-trilyun2 rupiah, menjadi tergiur dan terangsang untuk ikut korupsi.
Pikiran kotor sebenarnya mendangkalkan kualitas spiritual kita, makanya pemberantasan korupsi harus juga dimulai dari diri sendiri, bukan hanya menggantungkan pada KPK. Sesuatu hal porno atau tidak juga tergantung diri sendiri. mudah terangsang atau tidak.
Mungkin begitu, walahualam bisawab.
Sebenarnya sesuatu menjadi porno atau tidak tergatung pada pikiran masing-masing, contohnya mudah saja, misal melihat sapi telanjang yang putih mulus, kenapa tidak terangsang? melihat wanita gila telanjang jalan-jalan di trotoar, kenapa tidak terangsang? melihat patung kayu, atau patung marmer spt di italia, kenapa tdk terangsang. Melihat gambar di majalah, malah terangsang.
Semua menjadi reaksi dan asosiasi yang ada di pikiran kita, kalau pikirannya kotor, lalu mengasosiasikan dengan hal-hal lain, maka akan terangsang dan menggoda. Sehingga kita sulit membedakan antara kenyataan dan khayalan (imajinasi). Biasanya imajinasi lalu ingin di-realisasikan maka terjadilah perkosaan, pelecehan dsb.
Pikiran kotor ini nampaknya juga banyak mencakup diri para birokrat, anggota DPR/DPRD, politisi dan sebagainya sehingga banyak terjadi korupsi. Bikin anggaran ya kebanyakan membeli mobil dinas, yang senang tentu saja perusahaan Jepang.
Waktu kampanye berjanji akan tidak korupsi, tetapi setelah terpilih, melihat anggaran ber-trilyun2 rupiah, menjadi tergiur dan terangsang untuk ikut korupsi.
Pikiran kotor sebenarnya mendangkalkan kualitas spiritual kita, makanya pemberantasan korupsi harus juga dimulai dari diri sendiri, bukan hanya menggantungkan pada KPK. Sesuatu hal porno atau tidak juga tergantung diri sendiri. mudah terangsang atau tidak.
Mungkin begitu, walahualam bisawab.
Selasa, 15 Maret 2011
I B U
Ibu
Maafku atas tangis ini
Maafku atas rasa bodoh ini
Maafku atas segala laraku untukmu
Maaf….
Ibu
Mengapa tak sadar diri ini
kalau DIA selalu menyayangiku
Lebih dari siapapun
Apapun
Aku tak sadar
Ketika DIA selalu mencobaku
Selalu tak terima aku
Ketika DIA sedikit memberiku masalah
Selalu tak rela aku
Baru kini kusadari
Bahwa dibalik semua cobaannya…
Pasti ada sebuah mimpi dan harapan
Mimpi untuk menggapai asa NYA
Ibu
Terimakasih atas segala peluhmu
Yang selalu menjagaku
Walau kita saling jauh
I will always love you
Now and forever
Maafku atas tangis ini
Maafku atas rasa bodoh ini
Maafku atas segala laraku untukmu
Maaf….
Ibu
Mengapa tak sadar diri ini
kalau DIA selalu menyayangiku
Lebih dari siapapun
Apapun
Aku tak sadar
Ketika DIA selalu mencobaku
Selalu tak terima aku
Ketika DIA sedikit memberiku masalah
Selalu tak rela aku
Baru kini kusadari
Bahwa dibalik semua cobaannya…
Pasti ada sebuah mimpi dan harapan
Mimpi untuk menggapai asa NYA
Ibu
Terimakasih atas segala peluhmu
Yang selalu menjagaku
Walau kita saling jauh
I will always love you
Now and forever
Tempe Kemangi Goreng
Bahan:
250 gr tempe, iris tipis
Minyak goreng secukupnya
Larutan Tepung :
200 gr tepung beras
2 sdm tepung sagu
200 cc air
150 gr daun kemangi, iris tipis
5 siung bawang putih, haluskan
1 sdt ketumbar bubuk
1 sdt garam
Cara Membuat Resep Makanan Tempe Kemangi Goreng :
1. Aduk rata bahan larutan tepung
2. Celup irisan temp eke dalam larutan tepung
3. Goreng hingga kering dan garing, angkat
4. Hidangkan
untuk lebih banyak porsi, tinggal tambahkan dosisnya yach, wkakakak... kayak obat ja "DOSIS", resep maksudnya gt loch ^_^
250 gr tempe, iris tipis
Minyak goreng secukupnya
Larutan Tepung :
200 gr tepung beras
2 sdm tepung sagu
200 cc air
150 gr daun kemangi, iris tipis
5 siung bawang putih, haluskan
1 sdt ketumbar bubuk
1 sdt garam
Cara Membuat Resep Makanan Tempe Kemangi Goreng :
1. Aduk rata bahan larutan tepung
2. Celup irisan temp eke dalam larutan tepung
3. Goreng hingga kering dan garing, angkat
4. Hidangkan
untuk lebih banyak porsi, tinggal tambahkan dosisnya yach, wkakakak... kayak obat ja "DOSIS", resep maksudnya gt loch ^_^
Sate Tempe Pedas
Bahan:
1. 400 gram tempe, potong-potong dadu
2. 2 lembar daun salam
3. 2 ruas jari lengkuas, memarkan
4. 100 ml santan dari ¼ butir kelapa
5. Tusukan satai secukupnya
6. 2 sendok makan minyak goreng
Bumbu halus:
1. 7 buah cabai merah
2. 5 butir bawang merah
3. 3 siung bawang putih
4. 2 butir kemiri
5. 1 ruas jari kunyit
6. Garam dan gula pasir secukupnya
Cara Membuat Resep Masakan Satai Tempe Pedas:
1. Panaskan minyak, tumis bumbu halus, daun salam dan lengkuas hingga harum
2. Masukkan tempe, aduk rata. Tuang santan, masak hingga santan mongering dan bumbu meresap. Angkat.
3. Tusukan tempe dengan tusukan satai, baker diatas bara api hingga harum dan kecoklatan. Angkat dan sajikan.
Untuk 5 porsi.
1. 400 gram tempe, potong-potong dadu
2. 2 lembar daun salam
3. 2 ruas jari lengkuas, memarkan
4. 100 ml santan dari ¼ butir kelapa
5. Tusukan satai secukupnya
6. 2 sendok makan minyak goreng
Bumbu halus:
1. 7 buah cabai merah
2. 5 butir bawang merah
3. 3 siung bawang putih
4. 2 butir kemiri
5. 1 ruas jari kunyit
6. Garam dan gula pasir secukupnya
Cara Membuat Resep Masakan Satai Tempe Pedas:
1. Panaskan minyak, tumis bumbu halus, daun salam dan lengkuas hingga harum
2. Masukkan tempe, aduk rata. Tuang santan, masak hingga santan mongering dan bumbu meresap. Angkat.
3. Tusukan tempe dengan tusukan satai, baker diatas bara api hingga harum dan kecoklatan. Angkat dan sajikan.
Untuk 5 porsi.
Sabtu, 05 Maret 2011
Agenda Gerakan Perempuan Islam
Oleh: Farid Muttaqin
GERAKAN perempuan Islam sudah banyak hadir melakukan berbagai program pemberdayaan perempuan. Gerakan ini dikoordinasi beberapa pihak yaitu perorangan, LSM, akademisi, organisasi masyarakat, organisasi politik, juga organisasi pemerintah.
Melalui gerakan tersebut, pengetahuan, kesadaran, dan kepedulian masyarakat Islam terhadap persoalan jender dan persoalan kekerasan terhadap perempuan mulai terbangun, menjadikan mereka sebagai kelompok masyarakat potensial untuk menjadi ujung tombak upaya pemberdayaan perempuan dan penghapusan kekerasan terhadap mereka.
Namun, masih teramat panjang jalan untuk sampai pada kenyataan di mana masyarakat Islam benar-benar menjadi tulang punggung penegakan keadilan jender. Kenyataannya, hingga kini cara pandang yang bias jender, patriarkal, dan misoginis masih kental menyelimuti pandangan masyarakat Islam.
Suatu perkembangan kondusif dalam upaya penegakan keadilan jender di kalangan masyarakat Islam adalah mulai terbukanya mereka untuk berdialog secara demokratis dan jujur tentang berbagai persoalan jender dan perempuan. Dalam beberapa sosialisasi kesadaran jender di pesantren yang sering saya ikuti, para kiai, nyai, ustad, dan santri sudah mulai bersedia untuk bertanya, berdebat, dan berdiskusi tentang berbagai persoalan jender, meskipun dalam diskusi masih tampak jelas dan kuat pandangan keagamaan yang patriarkal dan misoginis pada mereka. Dan, inilah salah satu yang membuat gerakan perempuan Islam seringkali mengalami pasang-surut, antara optimisme dan pesimisme.
Gerakan perempuan Islam perlu melakukan analisis komprehensif untuk dapat menemukan akar persoalan yang menghambat upaya penegakan keadilan jender, kemudian merumuskan agenda strategis.
ADA empat agenda strategis yang mesti dilakukan secara integratif, dan keempatnya didasarkan pada kenyataan yang selama ini menjadi persoalan gerakan perempuan Islam.
Pertama, rekonstruksi dan reinterpretasi pandangan keagamaan yang bias jender. Agenda ini sudah banyak dilakukan mengingat ketidakadilan jender yang terjadi dalam masyarakat Islam banyak bersumber pada penafsiran dan pemikiran Islam yang bias jender. Tema-tema tentang asal-usul penciptaan manusia (an-Nisa': 1); kepemimpinan, ketaatan, dan kesalehan (an-Nisa': 34); poligami (an-Nisa': 3); dan relasi suami-istri, reproduksi, dan seksualitas (al-Baqarah: 223), hampir semuanya didominasi penafsiran bias jender, dengan subordinasi dan diskriminasi terhadap perempuan.
Tafsir bias jender ini, bahkan, telah "menginspirasikan" terjadinya berbagai bentuk kekerasan terhadap perempuan, terutama kekerasan domestik karena munculnya relasi yang timpang antara suami dan istri.
Kedua, membangun gerakan politik perempuan. Lemahnya posisi tawar kaum perempuan disebabkan kesadaran dan pengetahuan politik yang lemah, sebagai akibat depolitisasi oleh otoritas patriarkal, baik melalui fiqh, sejarah, dan lain-lain. Posisi tawar yang lemah ini semakin meneguhkan kekuasaan yang timpang antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat Islam.
Gerakan politik sendiri tidak selalu harus berorientasi kedudukan atau posisi politik. Yang lebih penting adalah kesadaran bahwa sebagai perempuan, ia memiliki kekuatan politik saat berhadapan dengan suatu otoritas, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, atau negara. Dengan kesadaran ini, semua yang dimiliki dapat diaktualisasikan sebagai alat tawar sehingga bisa menghadirkan "ancaman" terhadap otoritas patriarkal, termasuk dalam beragama.
Ketiga, kampanye kebebasan berpikir. Agenda ini penting dilakukan mengingat berkembangnya fenomena pemaksaan cara berpikir dengan mengatasnamakan dogma agama. Berkembangnya ide penegakan syari at Islam di beberapa daerah adalah salah satu refleksi dari pemaksaan cara berpikir tersebut, karena sama sekali tidak mengundang partisipasi kaum perempuan untuk bersama-sama berdialog dalam menentukan peraturan yang lebih bijaksana.
Lebih jauh, agenda ini penting mengingat keterpurukan kaum perempuan Islam, di antaranya karena hegemoni cara berpikir tertentu. Kaum perempuan Islam dipaksa terbiasa menerima pemikiran patriarkal yang dikonstruksi para pemikir (fuqaha ) laki-laki. Kuatnya pandangan agama bias jender di kalangan masyarakat Islam juga didukung budaya hegemonis dalam berpikir ini. Karena itu, kampanye kebebasan berpikir menjadi agenda penting dalam mendobrak pandangan agama yang patriarkal.
Selain itu, jika kebebasan berpikir sudah terinternalisasi dalam keberagamaan masyarakat Islam, upaya rekonstruksi dan reinterpretasi pandangan agama bias jender yang masih mendapat resistensi kuat dari otoritas Islam tertentu, akan lebih mudah dilakukan. Tidak akan ada lagi cap "kebablasan" yang sering jadi alat teror kalangan Islam yang tidak setuju terhadap upaya penegakan keadilan jender.
Keempat, membangun pusat penanganan perempuan korban kekerasan atau women s crisis center (WCC) berbasis lembaga keagaman. Ingatlah, sudah sangat banyak, akibat pandangan keagamaan bias jender, kaum perempuan (Islam) yang menjadi korban kekerasan. Sementara, peran lembaga keagamaan masih sangat minim, bahkan bisa disebut belum ada sama sekali. Kita harus dapat meyakinkan pengelola pesantren, misalnya, bahwa salah satu refleksi kesalehan dalam beragama adalah dengan bersedia diri menjadi pelayan bagi kaum perempuan korban kekerasan. Membangun WCC ini bukan saja menegaskan fungsi kemaslahatan umat lembaga keagamaan, pun penting untuk mengubah persepsi kalangan agamawan atas persoalan kekerasan terhadap perempuan ke arah yang lebih berperspektif jender.
Akhirnya, semua agenda tersebut membutuhkan kerja sama di antara elemen gerakan perempuan Islam untuk dapat terwujud. Kerja sama masih sering menjadi kendala serius yang menghambat konsolidasi gerakan perempuan Islam. Upaya penegakan keadilan jender yang dilakukan elemen gerakan perempuan Islam tak jarang terhambat karena perpecahan internal, termasuk karena perbedaan pandangan tentang persoalan yang sedang diperjuangkan.
Gerakan perempuan Islam perlu melakukan analisis komprehensif untuk dapat menemukan akar persoalan yang menghambat upaya penegakan keadilan jender, kemudian merumuskan agenda strategis.
Farid MuttaqinAlumnus IAIN Jakarta dan Koordina
GERAKAN perempuan Islam sudah banyak hadir melakukan berbagai program pemberdayaan perempuan. Gerakan ini dikoordinasi beberapa pihak yaitu perorangan, LSM, akademisi, organisasi masyarakat, organisasi politik, juga organisasi pemerintah.
Melalui gerakan tersebut, pengetahuan, kesadaran, dan kepedulian masyarakat Islam terhadap persoalan jender dan persoalan kekerasan terhadap perempuan mulai terbangun, menjadikan mereka sebagai kelompok masyarakat potensial untuk menjadi ujung tombak upaya pemberdayaan perempuan dan penghapusan kekerasan terhadap mereka.
Namun, masih teramat panjang jalan untuk sampai pada kenyataan di mana masyarakat Islam benar-benar menjadi tulang punggung penegakan keadilan jender. Kenyataannya, hingga kini cara pandang yang bias jender, patriarkal, dan misoginis masih kental menyelimuti pandangan masyarakat Islam.
Suatu perkembangan kondusif dalam upaya penegakan keadilan jender di kalangan masyarakat Islam adalah mulai terbukanya mereka untuk berdialog secara demokratis dan jujur tentang berbagai persoalan jender dan perempuan. Dalam beberapa sosialisasi kesadaran jender di pesantren yang sering saya ikuti, para kiai, nyai, ustad, dan santri sudah mulai bersedia untuk bertanya, berdebat, dan berdiskusi tentang berbagai persoalan jender, meskipun dalam diskusi masih tampak jelas dan kuat pandangan keagamaan yang patriarkal dan misoginis pada mereka. Dan, inilah salah satu yang membuat gerakan perempuan Islam seringkali mengalami pasang-surut, antara optimisme dan pesimisme.
Gerakan perempuan Islam perlu melakukan analisis komprehensif untuk dapat menemukan akar persoalan yang menghambat upaya penegakan keadilan jender, kemudian merumuskan agenda strategis.
ADA empat agenda strategis yang mesti dilakukan secara integratif, dan keempatnya didasarkan pada kenyataan yang selama ini menjadi persoalan gerakan perempuan Islam.
Pertama, rekonstruksi dan reinterpretasi pandangan keagamaan yang bias jender. Agenda ini sudah banyak dilakukan mengingat ketidakadilan jender yang terjadi dalam masyarakat Islam banyak bersumber pada penafsiran dan pemikiran Islam yang bias jender. Tema-tema tentang asal-usul penciptaan manusia (an-Nisa': 1); kepemimpinan, ketaatan, dan kesalehan (an-Nisa': 34); poligami (an-Nisa': 3); dan relasi suami-istri, reproduksi, dan seksualitas (al-Baqarah: 223), hampir semuanya didominasi penafsiran bias jender, dengan subordinasi dan diskriminasi terhadap perempuan.
Tafsir bias jender ini, bahkan, telah "menginspirasikan" terjadinya berbagai bentuk kekerasan terhadap perempuan, terutama kekerasan domestik karena munculnya relasi yang timpang antara suami dan istri.
Kedua, membangun gerakan politik perempuan. Lemahnya posisi tawar kaum perempuan disebabkan kesadaran dan pengetahuan politik yang lemah, sebagai akibat depolitisasi oleh otoritas patriarkal, baik melalui fiqh, sejarah, dan lain-lain. Posisi tawar yang lemah ini semakin meneguhkan kekuasaan yang timpang antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat Islam.
Gerakan politik sendiri tidak selalu harus berorientasi kedudukan atau posisi politik. Yang lebih penting adalah kesadaran bahwa sebagai perempuan, ia memiliki kekuatan politik saat berhadapan dengan suatu otoritas, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, atau negara. Dengan kesadaran ini, semua yang dimiliki dapat diaktualisasikan sebagai alat tawar sehingga bisa menghadirkan "ancaman" terhadap otoritas patriarkal, termasuk dalam beragama.
Ketiga, kampanye kebebasan berpikir. Agenda ini penting dilakukan mengingat berkembangnya fenomena pemaksaan cara berpikir dengan mengatasnamakan dogma agama. Berkembangnya ide penegakan syari at Islam di beberapa daerah adalah salah satu refleksi dari pemaksaan cara berpikir tersebut, karena sama sekali tidak mengundang partisipasi kaum perempuan untuk bersama-sama berdialog dalam menentukan peraturan yang lebih bijaksana.
Lebih jauh, agenda ini penting mengingat keterpurukan kaum perempuan Islam, di antaranya karena hegemoni cara berpikir tertentu. Kaum perempuan Islam dipaksa terbiasa menerima pemikiran patriarkal yang dikonstruksi para pemikir (fuqaha ) laki-laki. Kuatnya pandangan agama bias jender di kalangan masyarakat Islam juga didukung budaya hegemonis dalam berpikir ini. Karena itu, kampanye kebebasan berpikir menjadi agenda penting dalam mendobrak pandangan agama yang patriarkal.
Selain itu, jika kebebasan berpikir sudah terinternalisasi dalam keberagamaan masyarakat Islam, upaya rekonstruksi dan reinterpretasi pandangan agama bias jender yang masih mendapat resistensi kuat dari otoritas Islam tertentu, akan lebih mudah dilakukan. Tidak akan ada lagi cap "kebablasan" yang sering jadi alat teror kalangan Islam yang tidak setuju terhadap upaya penegakan keadilan jender.
Keempat, membangun pusat penanganan perempuan korban kekerasan atau women s crisis center (WCC) berbasis lembaga keagaman. Ingatlah, sudah sangat banyak, akibat pandangan keagamaan bias jender, kaum perempuan (Islam) yang menjadi korban kekerasan. Sementara, peran lembaga keagamaan masih sangat minim, bahkan bisa disebut belum ada sama sekali. Kita harus dapat meyakinkan pengelola pesantren, misalnya, bahwa salah satu refleksi kesalehan dalam beragama adalah dengan bersedia diri menjadi pelayan bagi kaum perempuan korban kekerasan. Membangun WCC ini bukan saja menegaskan fungsi kemaslahatan umat lembaga keagamaan, pun penting untuk mengubah persepsi kalangan agamawan atas persoalan kekerasan terhadap perempuan ke arah yang lebih berperspektif jender.
Akhirnya, semua agenda tersebut membutuhkan kerja sama di antara elemen gerakan perempuan Islam untuk dapat terwujud. Kerja sama masih sering menjadi kendala serius yang menghambat konsolidasi gerakan perempuan Islam. Upaya penegakan keadilan jender yang dilakukan elemen gerakan perempuan Islam tak jarang terhambat karena perpecahan internal, termasuk karena perbedaan pandangan tentang persoalan yang sedang diperjuangkan.
Gerakan perempuan Islam perlu melakukan analisis komprehensif untuk dapat menemukan akar persoalan yang menghambat upaya penegakan keadilan jender, kemudian merumuskan agenda strategis.
Farid MuttaqinAlumnus IAIN Jakarta dan Koordina
Langganan:
Postingan (Atom)