Halaman

Kamis, 23 Desember 2010

Pembagian Hukum Syar'i


PEMBAGIAN HUKUM SYARI’AH
A. HUKUM TAKLIFI Yaitu tuntutan Allah yang berkaitan degan perintah untuk berbuat atau perintah untuk meninggalkan suatu perbuatan. Atau sesuatu yang menuntut suatu pekerjaan mukallaf atau menuntut untuk berbuat atau memberikan pilihan kepadanya antara melakukan dan meninggalknannya.
1.Wajib ( tebagi 4 )
1.wajib dari segi waktu ( muasa’ dan mudoyyak ) co. sholat dan kifarat
2.wajib dari segi perintah melaksanakan ( ain dan kifayah ) co. sholat pardu dan
mengurus jenazah
3.wajib dari segi ukuran ( muhaddad (terbatas atau sudah ditentukan kadarnya )dan ghoir muhaddad ) co. zakat, rakaat solat,,,,, tolong menolong, sodaqoh, dll
4.wajib muayyan ( tertentu ) dan Mukhayyar ( memilih ) co. solat, puasa,,,,kifarat

2.Mandub/ Sunnah/ Mustahab ( terbagi 3 )
1.sunnah muakadah (diutamakan). Co. shlata jamaah, azan, surat setelah alfatihah dll/
2.sunnah zaidah atau nafilah. Co. puasa senin kamis, sodaqoh, solat sunah dll.
3.sunnah mustahab, adab, atau fadlilah ( pelengkap ) co. perbuatan rasul yg manusiawi co. cara tidur, berpaiakaun dll.

3.Haram ( terbagi 2 )
1.haram lidzatihi ( semula, asal ). Co. zina, mencuri, dll.
2.Haram karena sesuatu yg baru( Lighoirihi / Aridi ). Co. jual beli dg penipuan,
menikah u/ menyakiti. dll
4.Makruh ( dibenci ) Co. sikat gigi waktu puasa, dll.
5.Mubah ( boleh mengerjakan atau meninggalkan ) Co. tidur dikasur, makan di piring, minum apaki gelas. dll


B.HUKUM WADH’I adalah perintah Allah yang menjadikan sesuatu sebagai sebab bagi adanya sesuatu yang lain, atausebagai syarat bagi sesuatu yang lain atau juga penghalang bagi adanya sesuatu yang lain tersebut..
1. Sebab ( sesuatu yg dijadikan indikasi adanya sesuatu yg lain yg menjadi akibat , sekalogus menghubungkan adanya akibat karena adanya sebab.
Co. adanya perintah shalat sebagai sebab ( menyebabkan ) wajibnya wudlu. Qs almaidah : 6.
Adanya pencurian sebagai sebab kewajiban mempotong tanga ( QS Al MAidah : 38 )
Adanya pergeseran waktu sebagai sebab wajibnya shalat pardu. ( QS Al Isra : 78 )
Terlihatnya bulan pada awal bulan ramadhan sebagai sebab wajibnya puasa pada awal bulan itu. ( QS 2: 185)
2. Syarat ( sesuatu yg ada atau tidak adanya hukum tergantung kepada ada atau tidak adanya sesuatu itu.
Co. adanya hubungan suami istri menjadi syarat sahnya menjatuhkan thalaq.
Wudu menjadi syarat sahnya shalat.
3. Mani’ ( Penghalang ) sesuaatu yang dapat menyebabkan tidak adanya atau membatalkan sebab.
Co. seorang ahli waris terhalang mendapatkan waris karena beda agama.
Hukum qissos terhalang karena pembunuhnya adalah bapaknya.
4. Rukhshoh ( keringanan ) dan Azimah ( hukum semula yg tidak dukhusukan pd kondisi atau mukalaf ) terbagi 3

1. boleh meninggalkan kewajiban ketika ada uzur kesulitan dalam melaksanakannya.
Co. yg sakit atau dalam perjalanan ketika puasa ( QS 2: 184 ). Mengkosor sholat ( QS 4: 101 )
2.membenarkan sebagian akad yg menjadi pengecualian. Co. Karena menjadi kebutuhan manusia, salam ( akad jual beli yg belum ada barangnya dan hanya menyebutkan sifat dan ukurannya ) asalnya haram menjadi boleh. Sesuai hadits arasul saw.
3. . menghapus hukum yg telah ditetapkan karena akan menjadi beban umat muihammad saw. Co.
keharusan memotong yg terkena Nazis, menuneikan zakat ¼ harta, membunuh jiwa untuk bertobat dari maksiat, tidak boleh shalat kecuali di masjid. Dll.

5. Benar dan Batal ( suatu penilaian syara’ dari perbuatan mukalaaf jika sesuai sraya’ maka benar dan jika tidak sesuai syara’ maka batal )

Hukum taklifi adalah tuntutan Allah yang berkaitan degan perintah untuk berbuat atau perintah untuk meninggalkan suatu perbuatan. Atau sesuatu yang menuntut suatu pekerjaan mukallaf atau menuntut untuk berbuat atau memberikan pilihan kepadanya antara melakukan dan meninggalknannya.
1.Wajib
2.Mandub/ Sunnah/ Mustahab
3.Haram
4.Makruh
5.Mubah

Hukum Wad’I adalah perintah Allah yang menjadikan sesuatu sebagai sebab bagi adanya sesuatu yang lain, atausebagai syarat bagi sesuatu yang lain atau juga penghalang bagi adanya sesuatu yang lain tersebut..
1. Sebab
2. Syarat
3. Mani’ ( Penghalang )
4. Rukhshoh dan Azimah
5. Benar dan Batal



2.Al Hakim ( yang menetapkan sumber hukum syara bg seluruh tindakan mukallaf adalah Allah SWT ) ( QS : 6 : 57 ) masalah : apa yang dipakai u/ mengetahu hukum Allah.

Ada 3 pendapat :
1. Madzhab As’ariyyah ( akal manusia bias mengetahui hukum Allah lewat mediaotor Rasul dan kitab Allah. ) tolak ukur baik dn buruk adlah hukum syara’ bukan akal.
2. Madzhab Mu’tazilah( akalmanusia mampu mengetahui hukum-hukum Allah tanpa mediator Rasul dan kitab yg dibawanya. ) sebab setiap erbuatan mukallaf mengandung sifat dan akibat yg membuat akal mampu mengambil keputusan positif dan negatif
3. Madzhab Amturidiyyah. ( jalan tengah ) sepakat dg mu’tajilah bahwa perbuatan baik atau buruk itu termasuk sesuatu yg terjangjkau leh akal mengenai manfaat dan madaratnya, tetapi mereka berbeda dg mu’tajilah mengenai hukum Allah harus seuai dg akal. ) dan mereka sependapat dg As’ariyyah bahwa hukum allah tidak bias diketahui melainkan melalui RAsul dan kitabnya. Mereka juga berbeda pendapat dg as’ariyyah bahwa baik buruknya perbuatan itu bersifat syara’ bukan rasio.menurut mereka , bahwa masalah kebaikan itu bias dijangkau oleh akal, lantaran apa-apa yg ada pada kejelekan mengandung kemadaratan walaupun tidak diungkapkan dlam syara’

3. MAHKUM FIH ( Perbuatan Mukalaf ) yg dihubungkan dg hukum syara
QS Al Maidah : 1 ) ayat tersebut berhubungan dg perbuatan mukallaf yaitu memenuhi janji.hukumnya wajib.
QS 2 : 282 ) hukum sunnah untuk mencatat hutang piutang.
QS 2 : 267 ) Hukum makruh menginfakkan harta yg jelek-jelek.
QS 2 : 184 ) hukum Mubah bagi yg sakit atau perjalanan untuk buka waktu puasa.
Tuntutan syara thdp perbuatan mukallaf menjadi sa apabila memnuhi 3 syarat :
1.perbuatan itu sungguh-sungguh diketahui oleh mukallaf sehingga ia dapat menuenikan tuntutan itu sesuai dg yg diperintahkan.
2.harus diketahui bahwa tuntutan itu keluar dari orang yg mempunyai wewenang menuntt hukum, atau dari orabng yg harus diikuti hukum-hukumnya oleh mukallaf.
3perbuatan yg dituntut adalah perbuatan yg mungkin dilakukan atau ada potensi bagi mukallaf untuk mengerjakan atau menolaknya.


4.MAHKUM ALAIH ( Mukalaf )

Dalam syara’ sahnya memberikan beban kepada mukallaf disyaratkan 2 hal :
1.sang mukallaf harus dapat memahami dalil taklifi ( pembebanan ), yakni harus mampu memahami nash-nash hukum yang dibebankan Al Qur’an dan as sunnah, baik yg langsung mapun melalui perantara. Sebab orang yg tidak mampu memamhami dalil – dalil taklif tidak akan dapat mengikuti apa yg dibebankan kepadanya dan tidak memahami maksdunya.
Maka barang siapa yg telah mencapaitingkat dewasa tanpa menampakan sifat0-sifat yg merusak akalnya, berarti dia telah sempurna padanya kemampuan untuk diberi beban. Atas dasar itu orang gila dan anak-anak tidak bias memamahami apa yg dibebankan. Demikian pula orang yg tidur , lupa dan mabuk.

Rasul bersabda:
Diangkat pena itu ( tidak dicatat amal manusisa ) ari 3 orang : orang y tidur hingga ia bangun, anak-anak hingga ia dewasa. Dan orang gila hingga ia berakal.
2.Mukallaf harus orang yang ahli dengan sessuatu yag dibebankannya. Penertian ahli secara etimologi ialah mempunyai kelayakan untuk menerima beban.
Menurut ulama ushul , Ahli ( layak ) itu terbagi 2 ( ahli wajib dan ahli melaksanakan ( ada )
1.Ahliyyatul wujub ( ahli wajib ) ialah kelayakan seseorang disebabkan layaknya ada hak-hak dan kewajiban padanya. Dasar kelayakan ini adanya karakteristik tertentu yg diciptakan Allah swt kepada manusia dan menjadi spesifikasi diantara berbagai macam binatang.
2.Ahliyyatul ada’a ( ahli melaksanakan ) ialah kelayakan diberi beban sehingga seseorang dianggap pantas menurut syara’ baik ucapan maupun perbuatannya. Dimana apabila ia m,elaksakana shalat, puasa dan sebagainya maka menurut syara semuanya dianggap sah dan dapat menggugurkan kewajibannya. Demikian pula jika ia melakukian tindak pidana kepada orang lain, baik menyangkut jiwa, harta maupun kehrmatan , maka ia dapat diujatuhi hukuman sewsuai perbuatannya.
Jadi ahli ada’a ialah kemapuan mempertanggungjawabkan perbuatannnya dan kemampuan membedakan sesuatu dengan akalnya.

Berkenaan dengan MAHKUM ALAIH ( Mukalaf ), maka ada ‘Awaridhul Ahliyyah ( penghalang-penghalang keahliyyan )

Yaitu penghalang keahlian seseorang untuk melaksanakan kketentuan syar’I sehingga seoarang manusia tidak mengerjakan ketentuan atau mendapat keringanan.

Penghalang – penghalang keahliyyan
1.penghalang yg dating dan menghalangi sama sekali ahliyyatul ada’a co. gila, tidur , pingsan dan hilang akal. Orang ini tidak sah perjanjinannya, pengelolaanya, dan tidak ada tuntutan apa yg ditinggalkan atau dikerjakannya.
2.penghalang yg dating yang tidak menghilangkan keahliah sama sekali, co sifat kurang akal, . orang yg kurang akalnya ini sebagian perjanjian dan pengelolaanya dapat dianggap sah , namun sebagian lainnya tidak sah, misalnya terjadi pada anak laki-laki remaja.
3.penghalang yng dating kepada manusia tetapi tidak mempengaruhi, mengurangi, menghilangkan keahlian. Akan tetapi mengubah sebagian hukum-hukumnya, karena ada anggapan dan keeuntungan yg mengehndaki perubahan ini misalnya ketidak tahuan dan lupa.

Sumber :
DR. Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fiqih, Gema Risalah Press. Jkt. cet. 2 . th 1997
Drs. HM . Suparta, Fiqih MA kurikulum 2004. kelas 3. Toha Putra

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

kritik dan saran anda adalah perbaikan kami